Copyright © SA's World
Design by Dzignine
Kamis, 15 November 2012

Rumpangan Hati

Pagi ini aku terbangun dari mimpi yang menjadi pilihanku....
Andai Kau lebih peka pada rasaku, andai Kau lebih mendalam merasakan rasa yang hanya kucurahkan untukmu. Mengapa "Andai"? Doa ku mulai mengering. Aku mulai mengikhlaskan kepakuanmu padaku. Keterdiamanmu membuatku tak habis pikir. Akankah cinta itu masih bersemayam direlungmu? Akankah cinta suci yang Kau umbar pada mereka dahulu tentang Kita masih berada pada kesuciannya? Atau itu hanya masa lalu? Atau mungkin itu hanya sekedar cinta pertama yang tak berakhir indah? Mungkinkah juga Kau anggap itu cerita perjalananmu yang hanya akan jadi kenangan termanis? Aku tak tau, tak akan pernah tau. Hanya Kau yang memiliki semua jawaban atas pertanyaan ku itu.

Cerita padaku tentang rasamu. Katakan padaku, Aku ini Kau anggap apa? Kau selalu membuat ku bingung. Aku bukanlah peramal yang bisa membaca masa depan Kita. Aku bukanlah seorang pembaca pikiran yang mampu membaca sifatmu hanya dari gerak-gerikmu. Tuhan tak berikan setiap kelebihan itu padaku. Tuhan hanya memberikan anugerah-Nya padaku tentang cinta pertama, yaitu KAU.

Kali ini Aku tersadar. Mengapa Kau membuat ku mengartikan semua ini sendiri? Kau tak ingin Aku menyadari bahwa Kau tak benar-benar bersungguh-sungguh tentang rasa yang Kau beri dulu, Aku menerka. Tapi ada yang lain. Maksudku maaf... Seorang disampingmu, yah, temanmu.. Dia yang hampir setiap orang berucap jika Dia begitu persis denganmu. Tapi mengapa ada yang berbeda antara Kau dan Dia. Coba Kau ingat, Dia memang sama sepertimu, kalian begitu membingungkanku. Bagi kalian "Diam itu Emas". Itulah yang membuatku semakin mencuri perhatian ku pada sosok yang ada disampingmu. Maafkan Aku...

Aku ingat kali pertama Aku dan Dia berkenalan, atau paling tidak mulai berucap satu sama lain. Ketika itu temanku mencari seorang yang bisa membantunya untuk menyelesaikan tugas matematikanya, hingga akhirnya temanku mencari Dia... Dan Kau tau lagi? Dia benar-benar masuk ke kelasku. Hari itu Kau sedang tak ada disekolah. Kau sedang pergi untuk mengerjakan sesuatu tentang organisasi yang kini Kau pimpin. Disitulah mulai Aku merasa bahwa sebenarnya Kau dengannya cukup berbeda, tidak persis seperti kata mereka.

Dia dengan cekatan mengajarkan temanku tentang soal matematika yang bahkan soalnya saja telah membuat ku tak bisa berpikir jernih. Aku paham dengan soal-soal matematika tapi jika harus membayangkan sebuah bangunan dimensi tiga dengan kemiringan tiang seperti itu hanya membuat ku pusing tujuh keliling. Tapi Dia, yah, Dia mengerti. Aku tau apa yang tak ku mengerti sebenarnya dia pahami dengan baik. Aku mulai menyukai caranya berpikir logis. Dan tak kalah bijaksana dari dirimu. Dirimu? Berulang kali dalam satu meja yang dikelilingi 3 kursi, yaitu milikku, temanku dan Dia, Aku terus saja membanding-bandingkan Dirimu dan Dirinya.. Hahahah... Dia atau Dirimu? Semakin Aku tak mengerti dengan rasa yang bergejolak dalam relungku.

Hingga akhirnya Aku memberanikan diri untuk bertanya padanya tentang soal itu. Yang mengagetkan ku, Dia benar-benar menjelaskan dengan detail padaku. Parahnya, Dia benar-benar berbeda dengan Kau. Kau yang selalu tak pernah berani atau mungkin hanya sesekali menatap mataku saat Kita berbicara, tapi Dia benar-benar menjelaskan dengan begitu menunjukkan sikap hormatnya pada seorang perempuan. Matanya tak berhenti berbicara padaku, katanya "Seorang wanita harus selalu dihormati, betapa mulianya wanita yang begitu berjasa bagi keluarganya.", matanya bercerita banyak padaku. Hal yang tak pernah bisa kudapat darimu yang terlalu diam. Bahkan Aku ingat saat Aku bertanya padamu, benar-benar diluar kendaliku, Kau tak merespon ku. Padahal dalam situasi seperti itu, hanya ada Kau dan Aku, seharusnya Kau bisa lebih santai untuk menjawab pertanyaan basa-basi ku, tapi ini tidak. Bahkan temanku yang melihat tingkahmu padaku itu mendekati kita dan langsung menegurmu. Aku benar-benar kecewa dengan sikapmu itu. Apakah itu yang Kau ceritakan tentang cinta? Sejak saat itulah Aku mulai mempertanyakan setiap kata cinta yang Kau ucap.

Dia benar berbeda dengan Kau. Hingga saat ini, saat Kau tak pernah ada disampingku, Aku selalu memiliki kesempatan untuk bertemu dengannya. Terlebih lagi kisah kita yang sudah berakhir membuatnya merasa tak bersalah dengan pertemuan yang terkadang tak pernah kami duga. Walau terkadang justru Aku yang merasa bersalah karena Akupun masih mencintaimu seperti halnya dengan mu yang tak pernah bisa melupakan ku, yang bahkan masih berniat untuk kembali lagi bersama. Tapi bukankah semua telah berakhir?

Aku merasa lebih nyaman dengannya, jujur. Aku takut menyakitimu, selalu saja Aku ingkari rasa itu. Tapi sampai saat ini Aku tak tau apa rasanya padaku. Dia hanya memberikan perlakuan berbeda padaku, rasa segan yang begitu lembut. Mungkin karena temannya, Kau, mencintaiku atau karena ada yang rasa yang lain yang sama sepertiku? Aku tak benar-benar berani membayangkan rasa-rasa itu. Semua hanya akan kubiarkan waktu yang menjawabnya. Jika Kau tak mampu menjawabnya dan Diapun tak berani berucap, Aku tau jalan terkhir yang Tuhan berikan hanyalah Waktu...


Mengangkuhkan rasa hanya akan membuatku bertindak bodoh
Begitu nanti tiba saat yanag tak terduga
Tuhan akan mengerti dengan apa yang selau kita sebut "CINTA"

0 komentar:

Posting Komentar

Enjoy It