Copyright © SA's World
Design by Dzignine
Sabtu, 27 Oktober 2012

Asal Mula Nama Irian (Naskah Drama)

Adegan 1

Dahulu kala, di kampung Sopen, Biak Barat, tinggal sebuah keluarga yang memiliki beberapa anak laki-laki.

Saudara 1 : (Dengan raut wajah kesal) "Betapa baunya kau, Mananamakrdi! Terasa mual aku mencium         aroma tubuhmu itu!"
Saudara 2 : (Tersenyum misterius) "Tak aneh jika dia beraroma seperti itu. Tubuhnya yang dipenuhi kudis, siapapun tak akan tahan dengan baunya..."
Mananamakrdi : "Seperti inilah aku terlahir... Mengapa kalian tak pernah menerima keadaanku ini?"
Saudara 3 : "Maka dari itulah kau harus tidur diluar ruma... Baumu itu membuat kami membencimu."
Saudara 1 : "Jika kau melawan, tak segan-segan kami akan menendang kau keluar hingga kau rasakan kesakitan ditubuhmu."
Mananamakrdi : "Aku juga sama seperti kalian. Jika tahu akan terlahir seperti ini, akupun tak mau terlahir!"
Saudara 2 : (Dengan marahnya) "Kalau begitu, pergilah kau!!! Kami sudah tak tahan dengan bau kudismu itu. Kau cari tempat tinggal lain saja. Jangan kau kembali lagi!"


Dengan sedih beserta rasa marah yang berkecambuk dibatinnya, Mananamakrdi akhirnya hanya bisa memendamnya. Mananamakrdi pun pergi meninggalkan saudara-saudara yang membencinya itu.

Adegan 2

Setelah pergi, Mananamakrdi sampai di pantai timur dan dilihatnya lah beberapa perahu yang tertambat.

Mananamarkdi : "Sudah jauh aku berjalan ke arah timur." (Dilihatnya lah sekelilingnya) "Pantai ini? Berarti inilah saatnya. Aku sudah tak tahan dengan olokan-olokan saudara-saudara ku itu. Betapa hinanya diriku bagi mereka..."

Dilihatnya beberapa perahu yang tertambat di tepi pantai.

Mananamakrdi : "Ku ambil satu perahu itu. Akan ku arungi lautan luas itu."

Dan diambilnya lah salah satu perahu, lalu ia pergi berlayar mengarungi lautan.

Adegan 3

Setelah mengarungi lautan luas, ia menemukan sebuah daratan yang tak lain adalah pulau Miokbudi di Biak Timur.

Mananamakrdi : (Bingung) "Pulau apa ini? Sepertinya aku telah sampai di pulau Miokbudi di Biak Timur. Baiklah, akan ku mulai kehidupanku yang baru disini. Dan aku akan buat gubuk kecil dihutan ini."

Dibuatnya lah sebuah gubuk di dalam hutan. Mananamakrdi memulai kehidupannya.

Adegan 4

Pagi hari di sebuah gubuk di dalam hutan.

Mananamakrdi : "Pagi ini aku akan pergi memangkur sagu untuk makan ku."

Dilihatnya sekeliling gubuk kecilnya, yang ternyata terdapat beberapa pohon kelapa yang dapat disadapnya.

Mananamakrdi : "Kebetulan disini terdapat beberapa pohon kelapa. Dengan itu, akan ku buat tuak dari bunga kelapa dan sore nanti akan ku panjat kelapa itu dan ku potong manggarnya."

Diambilnya kapak kecilnya, lalu dia mulai pergi ke dalam hutan, bekerja memangkur sagu dan membuat tuak.

Adegan 5

Hari berikutnya, Mananamakrdi terkejut melihat nira-nira air dalam tabungnya telah habis tak bersisa.

Mnanamakrdi : (Dengan kesal) "Siapa orang yang berani-berani mengambil nira-nira ku ini. Aku ingin tau siapa orang itu. Malam ini aku akan menangkap pencuri itu."

Mananamakrdi diduduk dipelepah daun kelapa itu. Hingga larut malam dan menjelang pagi, Mananamakrdi tetap menunggu pencuri itu.

Mananamakrdi : (Dengn terkejut) "Mahkluk apa itu? Memancar sangat terang mendekati pohon kelapa ini." (Dilihatnya makhluk itu meminum seluruh niranya) "Ternyata makhluk itu si pencuri yang ku cari!!"

Saat makhluk itu berlari, Mananamakrdi menangkapnya. Makhluk itu meronta-ronta dan ketakutan.

Sampan : (Sambil memohon) "Aku sampan, si bintang pagi yang menjelang siang. Tolong lepaskan aku, matahari hampir menyingsing."
Mananamakrdi : "Ohh.... Kalau begitu, sembuhkan dulu kudisku. Dan beri aku seorang istri cantik."
Sampan : "Sabarlah, di pantai dekati hutan ini tumbuh pohon bitanggur. Jika gadis yang kamu inginkan sedang mandi di pantai, panjatlah pohon bitanggur itu, kemudian lemparkan satu buahnya ke tengah laut. Kelak gadis itu akan menjadi istrimu."

Lalu Sampan mengelakkan dari pegangan Mananamakrdi dan Mananamakrdi pun melepaskannya sambil berharap kebenaran dari perkataan Sampan tadi.

Adegan 6

Sejak hari itu, setiap sore Mananamakrdi duduk di bawah pohon bitanggur memperhatikan gadis-gadis yang mandi. Lalu, dilihatnya seorang gadis cantik sedang mandi seorang diri. Gadis itu adalah Insoraki, putri Kepala Suku dari kampung Miokbudi.

Mananamakrdi : "Begitu cantiknya gadis itu... Sepertinya dia adalah putri dari Kepala Suku Miokbudi... Sebaiknya segera ku panjat pohon ini."

Di panjatnya lah pohon itu, sambil menahan rasa sakit dikulitnya akibat bergesekan dengan pohon. Lalu, diambilnya satu buah bitanggur dan dilemparnya ke laut...

Insoraki : (Dilemparkannya buah bitanggur itu ke tengah laut) "Buah apa ini?" (Dilemparkannya lagi) "Mengapa buah ini tetap kembali ke arahku? (Merasa Jengkel) Sebainya aku pulang saja!"

Karena merasa jengkel, Insoraki pun pulang. Mananamakrdi pun pulang juga dengan berbahagia hati setelah kejadian itu.

Adegan 7

Setelah kejadian itu, Insoraki hamil. Kejadian aneh itu ia ceritakan kepada kedua orangtuanya.

Insoraki : "Sewaktu saya mandi seorang diri di pantai, ada satu buah bitanggur yang mengenai tubuhku. Dan ketika saya lempar buahitu, buah itu tetap kembali lagi pada saya. Apa karena buah itu saya hamil?"
Ayah Insoraki : (Menggeleng-gelengkan kepala) "Mana mungkin? Belum ada cerita bahwa buah bitanggu dapat membuat seseorang hamil!!"
Insoraki : (Dengan yakin) "Benar ayahanda... Tak mungkin anakmu  ini berbohong!"
Ayah Insoraki : "Sudahlah... Kembali ke kamar mu! Sebaiknya tak usah kita bicarakan ini lagi.."

Mereka pun kembali ke tempat mereka masing-masing.

Adegan 8

Beberapa bulan berlalu. Insoraki pun melahirkan. Lalu mereka mengadakan pesta pemberian nama. Pesta itupun dihadiri para penduduk kampung dan juga Mananamakrdi.

Ibu Insoraki : "Walau kami belum mengetahui siapa ayah dari anakmu itu, dia tetap bagian dari keluarga kita. Waktupun telah berlalu, anakmu pun kini telah terlahir. Begitu banya kejadian aneh yang terjadi selama ini."
Ayah Insoraki : "Mulai dari siapa ayahnya, lalu kelahirannya yang tak biasa. Dimana bayi-bayi yang baru lahir menangis, dia justru tertawa."
Insoraki : "Saya pun tak tahu dengan semua ini. Saya tak mengeri dengan apa yang terjadi, Ibu."

Lalu dimulailah pesta pemberian nama. Pesta yang dihadiri oleh seluruh penduduk kampung itu, begitu ramai.

Ayah Insoraki : "Dengan ini kami memberikan nama Konori bagi anak ini. Semoga dia bisa menjadi anak yang terbaik."

Mananamakrdi yang berdiri didekat mereka pun menikmati jalannya pesta, sama seperti para hadirin yang lain. Ketika pesta tarian berlangsung, tiba-tiba Konori berdiri dan menggelendot dikaki Mananamakrdi.

Konori : (Sambil berlari) "Ayah....."
Mananamakrdi : (Dengan Kaget) "Anakku......"

Lalu Mananamakrdi menggendong Konori. Semua orang terkejut. Pesta itupun dihentikan. Ayah Insoraki mendekati Mananamakrdi dengan marah dan terheran-heran.

Ayah Insoraki : (Dengan heran) "Kau siapa? Beraninya kau mengaku-ngaku. Tak mungkin anakku mau dengan pria sepertimu!"
Mananamakrdi : "Kejadian dipantai itu? Akulah orangnya. Orang yang melempar buah bitanggur ke arahnya, (sambil menunjuk Insoraki), Insoraki yang sedang mandi seorang diri. Dan Konori adalah anakku."
Ibu Insoraki : "Jika memang benar kaulah ayah Konori maka harus apa lagi... Inilah orang yang selama ini membuat kita gelisah!"
Ayah Insoraki : "Apa benar kau orangnya?"
Mananamakrdi : (Dengan yakin) "Benar. Mana mungkin seorang Konori yang sekecil ini tiba-tiba memanggil aku, seseorang yang tak pernah dia kenal dengan sebutan Ayah. Seperti anak yang telah lama tak berjumpa dengan ayahnya."

Semua orang yang berada disana mengangguk-angguk. Orang tua Insoraki pun akhirnya dengan berat hati mempercayai kejadian itu.

Ibu Insoraki : "Jika itu benar, maka sudah seharusnya dia kita nikahkan dengan Insoraki."

Insoraki hanya bisa terdiam. Dia tak tahu harus apa lagi.

Ayah Insoraki : "Baiklah besok kita adakan perta pernikahan mereka."
Ibu Insoraki : "Sebaiknya kita mulai merencanakannya di rumah saja."

Adegan 9

Pada malam hari, setelah pesta pernikahan Insoraki dan Mananamakrdi, orang tua Insoraki dan beberapa pemuka masyarakat hadir diruang tengah rumah Insoraki. Mereka sedang berbincang-bincang dengan serius tanpa kehadiran Insoraki dan Mananamakrdi.

Ayah Insoraki : "Betapa jijiknya aku dengan Mananamakrdi itu. Aku tak tahan dengan kondisinya yang seperti tiu."
Ibu Insoraki : "Tapi dia telah menikah dengan Insoraki, anak kita."
Pemuka Masyarakat 1 : "Masyarakat disini pun merasakan seperti itu, Tuan. Bahkan beberapa diantara mereka berniat untuk meninggalkan kampung ini."
Pemuka Masyarakat 2 : "Apa sebaiknya kita lakukan hal seperti mereka, kita tinggalkan kampung ini dengan membawa semua ternak dan tanaman milik kita?"
Pemuka Masyarakat 3 : "Tapi apakah itu terlalu kejam bagi Insoraki dan Konori?"
Ibu Insoraki : "Begitu berat meninggalkan putri semata wayangku. Tapi aku pun tak tahan dengan suaminya yang seluruh tubuhnya dipenuhi kudis."
Ayah Insoraki : "Baiklah, besok pagi-pagi sekali kita tinggalkan kampung ini. Beritakan secepatnya ke seluruh penduduk. Dan ingat, jangan sampai berita ini diketahui mereka berdua!"
Pemuka Masyarakat 1, 2 dan 3 : "Baiklah Tuan."

Para pemuka masyarakat pun pergi untuk menyebarkan kabar itu secepat mungkin. Sedangkan orangtua Insoraki pun kembali ke ruangan mereka.


Adegan 10

Setelah ditinggal para penduduk desa bahkan orang tua Insoraki, jadilah kampung itu sepi. Hanya Mananamakrdi, Insoraki dan Konori yang tetap tinggal dikampung itu. Suatu hari, Mananamakrdi mengumpulkan kayu kering, kemudian dibakarnya.

Insoraki : "Hari telah berlalu. Sudah cukup lama para penduduk termasuk orangtua ku meninggalkan kita dikampung ini."
Mananamakrdi : "Engkau harus bersabar. Semua ini mereka lakukan pasti dengan tujuan dan pertimbangan yang berat."

Dilihatnya Mananamakrdi mondar-mandir membawa kayu kering.

Insoraki : "Untuk apa engkau mengumpulkan kayu-kayu kering itu?"
Mananamakrdi : "Aku akan membakarnya."

Lalu dibakarnya lah kayu-kayu kering itu. Tiba-tiba Mananamakrdi melompat ke dalam api. Spontan, Insoraki dan Konori menjerit.

Insoraki : "Mananamakrdi...."
Konori : "Ayah....."

Tak lama kemudian Mananamakrdi keluar dari api denga tubuh yang bersih tanpa kudis. Wjahnya sangat tampan.

Insoraki : "Kamu? Mananamakrdi?"
Mananamakrdi : "Ya, ini aku, Insoraki. Mananamakrdi, suami mu."

Dengan waja h bahagia, mereka bertiga bergandengan tangan.

Mananamakrdi : "Aku, Masren Koreri. Seorang pria yang suci."

Beberapa menit kemudian Mananamakrdi mengheningkan cipat, maka terbentuklah sebuah perahu layar.

Mananamakrdi : "Lihatlah! Sebuah perahu layar. Mari kita berlayar mencari tempat baru. Kita berlayar ke Manduri, daerah terdekat dari Manokwari."


Adegan 11

Pagi-pagi buta di Mandori, Mananamakrdi dan Insoraki sedang membersihkan halaman.

Mananamakrdi : (Sambil membersihkan halaman) "Inilah tempat kita yang baru. Semoga di Mandori ini kita bisa hidup dengan lebih baik."

Di arah barat, Konori yang sedang bermain pasir dipantai, melihat-lihat tanah berbukit-bukit yang amat luas. Semakin lama, kabut tersibak oleh sinar pagi.

Konori : (Bergumam dengan suara pelan) "Indahnya pegunungan itu. Tanah berbukit yang sangat luas. (Tiba-tiba ia berteriak) Ayah.... Irian, Iriaaan...."
 Mananamakrdi : "Hai anakku. Jangan berteriak begitu. Irian. Panas, begitukah maksudmu? Ini tanah nenek moyangmu."
Konori : "Iya ayah. Maksudku, panas mathari telah menghapus kabut pagi. Pemandangan disini indah sekali."
Insoraki : "Begitu indahnya pemandangan ini, suamiku."
Mananamakrdi : "Inilah Irian, air laut yang membiru, pasirnya yang bersih, bukit-bukit yang menghijau."

Konon, sejak saat itu wilayah tersebut disebut dengan nama Irian. Air lau yang membiru, pasirnya yang bersih, bukit-bukit yang menghijau dan burung Cendrawasih yang anggun dan molek. Membuat Irian begitu indah. :)

1 komentar:

Enjoy It