Copyright © SA's World
Design by Dzignine
Minggu, 04 November 2012

Huh...

Bagaimana caranya aku mengerti cinta jika ketika aku rasakan kebenaran cinta untuk pertama kalinya dari kamu, tapi kamu selalu tak menjelaskan padaku? Yang kamu lakukan hanya berkata "Cinta" padaku, tapi tak benar-benar kamu perjelas kata-kata itu dengan kalimat cinta yang biasa aku baca dari novel-novel ku. Kamu hanya memberitahukan ku tentang cinta lewat novel yang sering kamu berikan padaku. Yah, novel adalah salah satu obat yang paling tepat untuk membunuh waktuku ketika kamu pergi tinggalkan ku yang kesepian. Aku tau banyak hal yang harus kamu lakukan ketimbang hanya untuk terus mengawasiku.

Ketika semua harus terus berjalan satu sama lain seperti apa yang kita bicarakan sore itu. Huh, mengapa sore selalu memberikan memori yang tak pernah habis ku pikirkan? Sejak itu juga semua mulai berubah, walau tak banyak yang berbeda. Memang tetap ada aku dan kamu tapi ada yang diganti. "Kita", kata itu tak lagi kuucapkan. Aku berusaha mengganti kata itu. "Kamu dan aku", sebisa mungkin aku membuat kata itu menjadi sebuah ucapan yang tak kaku, terdengar biasa saja. Ku usahakan.

Memang caramu padaku tak banyak berubah. Semua tetap kau biarkan seperti dulu. Tapi, aku lah yang berusaha mengubah semuanya. Atau aku terlalu mementingkan sebuah "status" ketimbang rasa yang benar-benar kami sadari satu sama lain? Aku  mungkin terlalu egois untuk mengakui kebenaran yang telah terjadi. Bahkan aku tak sanggup menceritakan apa-apa yang  telah terjadi. Aku biarkan kamu yang menceritakan. Aku tak mau terkesan memimpin hubungan. Alasannya jelas, aku perempuan. Tak mungkin aku biarkan semua ini aku yang atur.

Maka dari itu, aku ingin kamu yang memulai, hingga akhirnya kamu yang mengakhiri. Walau sebelumnya, aku lah yang selalu berniat mengakhiri, tapi temanku dan hati kecilku setuju untuk membiarkan banyak hal berlarut-larut hingga kamu yang akan mulai merasa lelah. Dan semua itu akhirnya mengikuti alur yang telah aku ciptakan. Kamu yang mengakhiri. Aku tak suka. Tapi, memang dari awal seharusnya begini. Aku menyesal telah menciptakan alur kesedihan ini. Aku tau ini diluar kendali. Hati ku sudah terlalu lama menguasai pikiranku. Saatnya aku mulai berpikir. Keadaan akan jauh lebih baik ketika aku meng-iyakan keputusanmu. Jauh lebih baik memikirkan hal yang akan terjadi ketimbang perasaan ku sendiri. Semua telah dimuntahkan begitu saja keluar dari sisi yang terindah.

Setiap hal pasti akan berakhir. Itu yang akhirnya ku yakini. Adikku bahkan telah 2 tahun dalam rasa yang berlarut-larut hingga salah satu diantara mereka mendua. Sedangkan aku... Yah, itu wajar. Sangatlah wajar. Semua tak akan menjadi sebuah kenangan ketika kita.. atau mungkin kau dan aku tetap bersama. Mungkin kita akan selamanya terpenjara dalam kebisingan dunia sekitar. Kau juga tau, tak ada satu pertanyaan yang benar-benar kamu jawab saat terakhir kali rasa itu memuncak. Sejak saat itu, aku tau kamu benar-benar tak pernah menjawab dengan jujur apa yang selalu ku tanyakan. Kamu selalu membiarkan aku untuk mengartikan setiap sikap yang kamu tunjukkan.

Aku tak habis pikir saat itu. Bahkan teman-temanku pun merasa betapa bodohnya aku padamu. Jika mereka jadi aku mungkin tak ada yang mampu bertahan selama ini. Ah, sudahlah, jauh lebih baik jika setiap yang akan ku lakukan lebih ku perhatikan lagi. Kamu begitu baik, begitu sempurna dimataku. Setidaknya "sempurna" bisa kujadikan alasan yang paling tepat untuk melupakanmu. Aku tak mau terus mengikuti kehendakmu. Sudah terlalu lama aku turuti apa yang kau ucapkan. Menunggumu. Menantimu. Berada disampingmu. Maka saat ini biarkan aku bebas lepas. Lepaskan aku. Aku akan mencoba.

Cinta yang begitu sering kau dendangkan padaku sudah tak berarti lagi saat kekecewaan yang semakin menggila terus tak terbendung. Kekecewaan ku tak berarti lagi. Sudah tak cukup hati aku menunggumu. Biarkan aku mengila dengan cara ku sendiri. Maafkan aku kini ku harus pergi. Jika tidak aku akan terus termenung dalam kesepian tak berujung..

0 komentar:

Posting Komentar

Enjoy It