Copyright © SA's World
Design by Dzignine
Minggu, 09 Desember 2012

Memory

*Jangan liat aku, please!* aku bergerutu dalam hati, menyadarinya melemparkan pandangan ke arahku. Sesaat itu *brumm..brumm..* *mesin motor? yah, suara mesin motor* ternyata kau, kau yang dulu pernah peduli padaku.

Kejadian itu berawal dari kejadian 4 tahun silam. Saat kau dan aku baru saja menikmati masa peralihan SD ke SMP, masih sangat kecil, bukan? Saat itu, saat pertama kali kita saling kenal yang justru bukan dibumbui kisah romantis dan heroik seperti dongeng-dongeng anak kecil, melainkan kisah adu mulut seorang anak perempuan dan anak laki-laki yang memperebuti meja tempat duduk dikelas VII.9. *Ini tempatku! Dari awal MOS, aku yang duduk disini!* Teriakku saat melihat bangku yang sedari awal MOS menjadi kepemilikan ku ditempati anak laki-laki dan seorang temannya. *Hah? Siapa cepat, dia dapat!* Anak laki-laki itupun tak mau kalah ngotot denganku. *Kamu siapa? Dateng-dateng ngambil tempat orang!* *Sudahlah, Yo. Ngalah aja. Kita kan cowok, masa ribut sama anak cewek sih?* Akhirnya teman laki-lakinya yang sedari tadi hanya menonton keributan kami angkat bicara. *Ah, kamu Zi. Kamu kan seharusnya bela aku, bukan justru ngalah gitu!* Akhirnya perebutan itu pun aku menangkan. *Siapa dia? Lah, dari kemarin juga aku yang duduk disini.* Gerutuku dengan sepupuku yang juga teman sekelasku.


Sejak saat itu, aku mulai mengenalnya. Dia, Raharyo Eka Sapti. Dan banyak hal terjadi. Mulai dari kegiatan memperingati HUT Republik Indonesia ke 63 tahun. Dimana saat itu kami, tepatnya aku dan 9 teman sekelasku yang lain termasuk Haryo, Zian, Rahma dan Raya; sepupuku, mengikuti lomba paduan suara memeriahkan acara. Sering kali, tiap latihan pagi, yah karena kami masuk sekolah siang, Haryo dan aku selalu pergi bersama. Termasuk boncengan sepeda bergantian. Terkadang, saat Haryo mulai letih memboncengku, aku menawarkan tukaran dengan dia, aku yang memboncengnya. Puncak latihan itu ketika di rumah Haryo. Rumah Haryo yang bagi aku dan teman-teman yang lain sangatlah riwet. Terlalu banyak belokan dalam satu ruangan. Bahkan aku sempat tersesat hanya untuk masuk kerumahnya. *Mana sih jalannya? Kan gak lucu kalo tersesat didalem rumah orang* *Sintya, disini. Kenapa kamu belok kiri?* Haryo menangkapku sedang kebingungan dengan rumah anehnya itu. *Ini rumah atau apa sih? Belok kanan, belok kiri, aku gak ngerti.* Keluhku saat menghampirinya yang tertawa kecil melihat tingkahku. Setelah tak lama kemudian, latihan dimulai. Lalu diselingi adegan Mama Haryo yang tertangkap mengintip dari tangga kerjaan kami yang berteriak menyanyikan lagu Hari Kemerdekaan dengan sangat fals. Maklum saja, kami para pengamen amatiran. Haryo yang cekatan memetik senar gitarnya mengikuti alunan nada kami yang semerawut. Tapi bagiku, nada dari senar gitarnya tetap indah, tak kalah dari suara alat musik lain.

Dan kemudian, setelah kami mengakhiri latihan terakhir kami itu, satu persatu dari kami pun membubarkan diri untuk pulang kerumah dan bersiap pergi sekolah. Saat waktu masih menunjukkan pukul 10.30 a.m, yah, aku rasa terlalu cepat untuk datang kesekolah, dimana kami masuk pukul 13.00, maka aku, Rahma, Yani, Zian dan Raya memutuskan untuk bermain dahulu dirumah Haryo. Yah, seperti anak kecil lainnya yang baru saja beranjak ke SMP, karena bagi kami bermain merupakan bagian dari hari-hari kami. Momentum itu terjadi, saat Zian dan Haryo iseng menjahilin kami berempat dengan mercon bawang yang memang tak berbahaya. Hingga pada akhirnya, aku dan Haryo yang justru balik dikerjain oleh mereka dengan mengurung kami dalam ruangan kosong yang terbuka sehingga aman untuk menjahilin orang. Parahnya, mereka melemparkan mercon-mercon bawang itu ke arah kami. *Kalo kena kami gimana? Jahat banget sih kalian?* Aku kesal dengan cara mereka. *Gini cara kalian berteman? Ok.. Tipis...* Haryo menyembur kata-kataku. Tak lama kemudian, Haryo yang sedari tadi berusaha membuka pintu akhirnya berhasil. Aku keluar dengan wajah kusut. *Bayangin aja, dikurung diruangan dengan dia, terus dilemparin mercon dari luar. Kayak perang sama teroris tau!* Tapi balasan mereka hanya tawa yang seperti menjatuhkanku. Bahkan Haryo pun justru ikut menertawakan apa yang ku cemaskan.

Aku geram, tak lama kemudian Haryo dan Zian yang dari tadi berdiri didepan pintu neraka (bagiku) aku dorong hingga masuk ke ruangan itu, ku tutup pintunya, *haha.. enak aja nertawain aku* dengan bangganya aku melempar beberapa mercon ke dalam. Lalu tak lama kemudian pintu aku buka, *Emang takut? enggak kok, biasa aja.* Damn... Tertawaan lagi yang aku dapat.~

Sejak saat itu kami mulai akrab berteman. Aku, Haryo, Zian, Raya, Rahma dan Yani. Sejak saat itu juga, hari-hari mulai berwarna dengan apa yang ku sebut Persahabatan.

Namun, kelang beberapa bulan setelah aku dan Haryo mulai akrab, banyak teman yang menyangka kami ada hubungan. *Ya ampun, cuma teman kali.* Selalu setiap saat mereka menggodaku dengan nama Haryo. Aku dan Haryo tak ambil pusing. *Masih SMP kali. Udah sampe kesana.* Haryo terkadang menjadikan itu sebuah lelucon yang segar bagi kami. Yah, benar, SMP, Sekolah Menengah Pertama, baru saja lulus Sekolah Dasar (SD), terlalu cepat mengerti Cinta.

Aku dan Haryo tetap dalam pemahaman kami, Kami teman! Banyak hal yang terjadi. Hingga suatu malam, aku dan Haryo sedang saling bertukar pesan singkat dari ponsel. Ketika kami sedang seru berceloteh satu sama lain melalui pesan singkat, ponselku berdering. Yang benar saja? Layar bertuliskan nama Haryo, *Mana mungkin dia menelponku? Tapi ini benar nomor ponselnya?* gumamku dalam hati. *Halo, ini Sintya yah?* Suara diseberang sana segera menggetarkan lamunanku. *Ini bukan suara Haryo, benar bukan dia!* Aku berseru dalam hati. *Bukan, ini bukan Sintya.* *Ini Sintya, pacar Haryo yah?* Suara laki-laki yang sepertinya Kakak Haryo pun membuatku bingung. *Bukan* Segera ku tutup pembicaraan yang banjir seribu tanya.

Keesokan harinya, aku ingin memberanikan diri bertanya pada Haryo tentang siapa yang menelponku semalam. Tapi, dari langkahnya saja, Haryo seperti tak tau apa-apa. Ku urungkan niatanku dan hanya ku ceritakan kejadian semalam kepada Yani. Yani yang memang sudah lama mengenal Haryo berkata bahwa itu benar Kakak Haryo. *Itu mungkin Kakak Haryo. Haryo kan punya kakak. Nah, kakaknya itu polisi.* *Hah? Masa? Kok dia bisa bilang kayak gitu sih?* *Mungkin karena dia baca posel Haryo, ponsel Haryo kan cuma ada pesan-pesan kamu aja.* Mungkin ada benarnya juga yah. Aku tak mau membahas kejadian malam itu. Bagiku itu hanya sebuah kejadian biasa.

Yang akhirnya memperparah keadaan adalah Mereka. Orang luar yang selalu berguncing tentang kedekatan ku dengan Haryo. Aku semakin kaku pada Haryo tentang pergunjingan mereka. Jujur saja, aku bukan seorang yang suka menjadi buah bibir di teman-temanku. Karena hal itulah yang membuaht aku kaku dengan Haryo yang mulai membuka jarak untuk membatasi kami. Tapi, Haryo seperti tak mau tau. Dia tetap menjadi teman baikku walau aku sudah mulai membuat jarak diantara kami. Hingga akhirnya aku mulai dekat dengan Zian. Yha, aku dan Zian memang teman dekat, tapi selama dengan Haryo aku lebih memilih dengan Haryo ketimbang Zian. Entah mengapa, kedekatan aku dan Zian justru membuat Haryo sedikit mencurigai kami? *Kamu dengan Zian kenapa, Sint?* Haryo menginterogasiku siang itu, ketika kami sedang beristirahat. *Emang kenapa? Biasa aja kok, sama kayak kamu.* *Sama kayak aku gimana?* *Yah, temen.* *Temen?* *Zian dan aku kan temen, lagian  Zian kan temen kamu dari kecil juga. Kok kamu pertanyakan sih?* *Enggak, kamu sekarang berubah!* *Berubah apanya?* Haryo yang sedari tadi banyak bertanya meninggalkanku dengan pertanyaan hebat dalam pikiranku. Mengapa tiba-tiba pertanyaan-pertanyaan itu meluncur bebas dari mulutnya? Haryo mulai mempertanyakan alasanku. Atau mungkin aku yang sudah terlalu egois hanya mempertimbangkan Mereka.

Setelah itu, aku mulai jarang berkomunikasi dengan Haryo, teman-teman ku yang lain pun mulai mempertanyakan kembali keadaan ku dengan Haryo yang mereka anggap "Putus". *Hah? Putus? Pacaran aja gak pernah.* *Lah, kemarin-kemarin kan kamu sama dia...* *Apaan sih? Dia kan juga bilang enggak, kenapa sih aku harus menjawab pertanyaan kalian itu?* Aku mulai dihampiri oleh beberapa anak "Trouble Maker" bagiku.

Hingga akhirnya, aku dan Haryo naik ke kelas 2 SMP dan parahnya, kami tak pernah sekelas lagi. Di pertengahan tahun ajaran baru aku masih bertegur sapa atau setidaknya berbincang-bincang kecil dengannya, tapi setelah itu kami tak pernah saling tegur sapa, bahkan terkesan seperti musuh. *Jujur, aku sedih dengan keadaan ini, dulu kan kita temen?* Aku yang sedang duduk didepan kelasku sambil melamunkan Haryo yang duduk diseberang sana, tepat menghadap ke arahku. *Ngapain ngelamun? Kayak orang aneh aja* *Ah, kamu Yan.* *Kenapa? Haryo lagi yah?* *Kok sekarang aku jadi gini yah?* *Maaf Sin, bukan aku mau memperburuk kondisi kamu, kamu tau gak?* *Tau apa?* Berita apa pula itu. Kacau... Jangan buat aku menunggu Yani... *Gini, Haryo punya rombongan baru loh? Selain dengan kita, Acadewa?* *Masa sih? Ah, gak mungkin!* *Tuh kan, pasti kamu gak percaya.* *Gak mungkin dia gak cerita? Pas buat Band, dia aja cerita. Bukannya aku gak mau dia punya banyak temen, tapi kan kalo yang namanya buat rombongan baru dengan dia masih dalam rombongan lama kan setidaknya bisa kompromi dulu.* *Mana aku tau, aku baca dari buku si Anggi, nah Anggi cerita dengan aku, Anggi yang pertama diajakin Haryo* Huh... Apa maksud Haryo sih? ~~

~~ *Sin, ajakin Haryo dong, Zian kan lagi diluar kota, jadi ajak Haryo aja.* *Gak ah, Raya, aku males sama dia. Bukannya aku gak mau ngajakin dia ke acara ultah kamu, tapi dia aja cuek.* *Rahma dan Yani tadi udah ngajakin dia, tapi gak berhasil, biasanya kalo sama kamu Sin, dia mau.* Lalu ku dekati Haryo yang sedang berdiri dengan Anggi. *Yo, Raya ngajakin kamu dateng ke acaranya. Dateng yah?* Haryo yang sepertinya tak peduli dengan kalimat ku tadi *Haryo? Haryo?* Berulang kali aku mengulangnya. Hingga aku mulai kesal dengan sikap dia yang begitu. *Eh, Sintya. Kenapa Sin?* Ketika aku mulai menjauh, dia mulai menanggapi pertanyaan ku tadi. Aku yang kesal tak mempedulikannya. Lalu Haryo menghampiri Aku, Raya, Yani dan Rahma. *Kenapa Sin? Kenapa Ray?* Seolah tak ada salah, dia datang dan bertanya. *Mau dateng kan ke acara ultah ku?* *Yah, gimana Ray? Gak ada Zian, ntar aku sendiri cowok.* *Mana mau dia ikut lagi dengan kita* Aku memotong pembicaraan Haryo dan Raya. *Kok ngomongnya gitu Sin?* *Kamu yang kok gitu?* *Aku nggak ngerti* *Kamu gak akan ngerti* *Kenapa Sintya?* Berulang kali pertengkaran itu terjadi. Sejak saat itu aku dan Haryo benar-benar tak pernah saling bertegur sapa.

Aku sudah malas dengan Haryo, caranya benar-benar tak habis pikir. Hingga akhir tamat SMP kami tak pernah bertegur sapa atau setidaknya saling lirik. Kami sudah tak berniat lagi mengembalikan persahabatan itu. Yang aku ingat pesan terakhirnya ke ponselku yang berisi lelucon yang garing bagi ku karena kesalku yang telah memuncak padanya.

Sekarang tinggal Aku dan Haryo yang masih satu sekolah. Dan parahnya kelas dua ini kami satu kelas. Tapi keadaan telah berbeda. Aku dan Dia dengan semua kenangan persahabatan ala putih-biru yang kami pendam sendiri-sendiri. Aku benar-benar tak berniat menegurnya kembali. Hingga suatu hari, dia yang akhirnya pertama kali memanggilku, *Sintya* Aku speechless. Sudah hampir 2 tahun dia tak pernah memanggilku lagi. Sontak aku kaget, tapi aku berusaha bersikap biasa saja, karena pada saat itu kelas dalam keadaan ramai, tak mungkin aku kaget, kacau jika mereka semua tau apa yang pernah terjadi. Aku harap Haryo bisa memendam semua itu dalam-dalam. 

Yang paling membuat aku sontak kaget, kejadian ini terjadi satu minggu lalu, entah disengaja atau tidak dia menarik tangan ku didepan teman-temanku. Walau hanya berkata, *Sin, Aku yang duluan yah, sudah dari tadi aku nungguin Bapak itu.* *Iya...iya...* Bukan kalimatnya yang membuat aku kaget, tapi tarikan tangan yang benar-benar menggenggam yang membuat aku benar-benar kaget. Jadi sekarang sudah mau mulai dari awal nih? ~~

Biar semua terpendam
Setidaknya nganga itu tak mengkhawatirkan
Kita bisa saling mengartikannya sendiri
Tentang 4 tahun lalu..

0 komentar:

Posting Komentar

Enjoy It