Sinopsis:
Dia duduk
disampingku. Kini matanya mulai menerawang pada kejadian 10 tahun yang lalu.
Dimana saat itu hanya ada dua orang sahabat, seorang Krisan Putri dan Satrio
Mulyono. Mereka berteman, bahkan bersahabat akrab. Persahabatan bagi mereka
lebih dari sekedar batas antara dua orang yang berbeda pandangan. Seorang anak
perempuan dan anak laki-laki yang berkomitmen berteman dengan naluri
persahabatan.
Berawal
saat mereka mulai beranjak dewasa. Saat terkadang rasa persahabatan berbatasan
langsung dengan rasa kasih sayang tulus. Tapi saat itulah cobaan menerpa
persahabatan mereka. Saat waktu mulai merangkak ke tempat yang berbeda haluan.
Saat Satrio mulai dengan rasa yang tak terbendung. Tanpa berpikir saat awal
perkenalan mereka.
Perkenalan
yang diawali karena ketidaksengajaan seorang anak perempuan kecil yang menangis
di sebuah Taman Kanak-kanak karena boneka kecil kesayangannya dirusak oleh
teman-temannya yang menarik boneka itu terlalu kuat. Dan akhirnya Satrio kecil
mendekati Krisan yang tersedu-sedu dengan boneka rusak di tangannya. Sejak saat
itu juga mereka berteman. Persahabatan yang kini berlanjut pada masa putih
abu-abu. Bahkan tak tanggung-tanggung, keberadaan mereka yang kini menjadi
teman sekelas mengubah rasa yang awalnya merupakan rasa kasihan pada seorang
gadis kecil menjadi rasa tulus yang ingin selalu berada di dekat gadis kecil
itu.
Dimulai
dari kepopuleran Krisan sebagai seorang anak yang cerdas dan disukai
teman-temannya, membuat Satrio merasa cemburu karena kini waktu untuknya
terbagi dengan kesibukan Krisan dengan teman-temannya. Hingga ketika mereka
sudah hampir menyelesaikan masa SMA, tepat saat mereka duduk dibangku kelas
tiga SMA. Keberanian itupun hadir. Satrio mulai memupuk rasa percaya diri untuk
mengungkapkan rasa cinta yang terkurung dalam kedalaman hati kecilnya selama
ini. Namun dengan hadirnya sosok Aji dan Rulia semua terhalang. Aji yang
menginginkan Krisan dan Rulia yang mendambakan sosok Satrio. Semua justru memperkeruh
posisi Satrio. Hingga akhirnya, Satrio menyerah dengan keadaan.
Namun
na’as. Ketika rasa itu terungkap jelas, Krisan menyangsikannya. Krisan tak
pernah mencintai Satrio. Krisan hanya menganggap Satrio sahabat tertinggi di
kehidupannya. Namun tetap, dengan retakan hatinya Satrio setia berada di dekat
Krisan walau sekedar sahabat.
Anda,
kakak Satrio pun tak mengerti dengan adiknya. Hingga akhirnya mereka berpisah.
Kini mereka hidup untuk meneruskan cita-cita mereka masing-masing. Satrio
memutuskan pindah untuk melanjutkan studi di luar kota. Meninggalkan Krisan, Aji
dan Rulia dengan cerita masa putih abu-abu.
Hingga
akhirnya mereka berpisah. Di pertengahan masa perkuliahan, Satrio menghubungi
Krisan kembali. Satrio berharap untuk bertemu dengan Krisan setelah rasa rindu
itu mengepul dan menyeruak tak tertahankan. Krisan pun begitu. Kini dia
merakasan betapa bersalahnya dia menolak rasa tulus dari anak laki-laki kecil
yang telah menghiburnya selama ini.
Kau
tau? Kini dia menangis disampingku. Sambil menyeka air mata yang turun lancar
dari kelopak matanya, dia melanjutkan ceritanya pada bagian akhir yang tak ku
duga mampu menyesakkan rongga dadanya.
Hingga
saat yang ditunggu tiba. Krisan bersedia bersama Satrio untuk melanjutkan
hidupnya. Krisan yang telah sampai disebuah pondok makan yang telah mereka
sepakati sebelumnya, menanti kedatangan Satrio. Tak lama kemudian sebuah pesan
singkat masuk kedalam ponselnya yang mengabarkan jika Satrio sedang dalam
perjalanan. Krisan tersenyum. Hari ini dia rela meninggalkan waktunya dengan
Rulia, teman SMA nya yang kini satu fakultas bersamanya, untuk membeli buku
seperti biasanya. Dan kejadian itu akhirnya datang.
Di
perjalanan, tepat disebuah pertigaan jalan yang cukup menikung tajam, Satrio
kecelakaan. Setelah mobilnya menghantam salah satu sisi jalan dan berputar
bebas hingga terbalik. Krisan mengetahui kejadian itu setelah dia menerima
kabar dari kakak Anda yang selama ini mengenal kedekatan mereka. Saat itu datang
ketika Krisan mulai belajar merasakan sesuatu. Dan akhirnya berakhir disebuah
kecelakaan tunggal yang menewaskan Satrio.
Adegan 1
Bel
berbunyi, menandakan pelajaran hari ini siap dimulai. Namun berbeda dengan
kelas XI. IPA1, pelajaran Bahasa Indonesia. Saat itu guru mereka berhalangan
hadir dengan alasan sakit. Seketika itu pula suasana riuh mulai hadir.
Rulia : (Datang menghampiri Krisan sambil berdiri bertolak pinggang) “ XI. IPA1.. Tak jauh berbeda, ada atau gak ada guru
pasti ricuhnya gak selesai. Baru jam perlajaran pertama sudah jam kosong!”
Krisan : (Sambil tersenyum dan mencubit lengan
Rulia) “ Kelas IPA yang seperti ini mah
ya Cuma satu. XI. IPA1.”
Satrio : (Duduk santai disamping Krisan) “ Alah…
Kalian berdua juga senang kalo jam kosong seperti ini! Emang beda yah kalo yang
pinter, doanya guru pada sehat, nah
kalo yang malas, gini deh. Doanya guru sering-sering sakit.”
Rulia : (Tersenyum sinis) “Hayooo.. Doa kamu, guru
pada sakit yah?”
Krisan : (mengeluarkan jari telunjuknya dan
mengarahkannya pada Satrio) “ Kurangi malasmu, Yo! udah dewasa, mau jadi apa
nanti kalau seperti ini terus.”
Satrio : (Menuduh balik) “ Kamu itu yang mau jadi
apa nanti! Kamu ingat, siapa yang dulu nangis Cuma karena bonekanya rusak.”
Krisan : (Mengerutkan dahi) “ Apaan sih kamu? Lagian
siapa suruh yang dekatin aku. Niat menolong atau enggak sih kamu itu?”
Rulia : (Berpangku dagu diatas meja Satrio dan
Krisan lalu berpikir) “ Kamu teman dekatnya Krisan sejak kapan, Yo?”
Satrio : “ Udah sejak dia masih nangis gendong
boneka.”
Krisan : (Melotot kearah Satrio) “ Gak pernah kecil
yah kamu?”
Lalu
Aji, teman Satrio dari kelas lain menemui Satrio untuk membahas beberapa acara
mereka sore nanti.
Aji : (Berdiri didepan pintu kelas) “Yo, janji
jam kedua mau izin keluar, ditungguin malah gak datang.”
Satrio : (Menepuk dahi) “ Hmm… Aku lupa. Maaf.
Kenapa kamu gak SMS atau telepon aku saja?”
Aji : (Dengan kesal) “ Lama! Masih mau nunggu
kamu ngetik balasan. Lebih baik langsung aku datangin aja.”
Krisan : (Mengejek Satrio) “ Kakek… Kakek.. Lupa
terus sama janji.”
Satrio : (Mengancam) “ Aku jamin kamu bakal nyesel
sudah ngomong seperti itu.”
Aji : (Masih kesal berdiri didepan pintu kelas) “
Cepet! Waktunya udah mepet, Satrio!”
Aji masuk kedalam kelas lalu menarik lengan Satrio dan
langsung mengajaknya pergi ke luar.
Adegan 2
Malam
hari, di kamar Satrio. Satrio yang sedang mendumel tentang sikap Krisan yang
terkesan sibuk dengan tugasnya sendiri dan tak sempat menghubungi Satrio. Di
balik pintu kamar pun Anda, kakak sulung perempuan Satrio mendengarkan keluhan
Satrio.
Satrio : (Sambil memegang HP dan duduk pinggir
tempat tidur) “Ah… Punya teman sibuk ya kayak gini. Lupa dengan sahabat
sendiri, lebih perhatian dengan kerjaannya sendiri. Sekali-kali telepon, emang
susah? Tinggal ambil Handphone terus cari nomor.. Calling deh..”
Tiba-tiba pintu kamar terbuka dan Anda masuk.
Satrio : (Terkejut lalu menyembunyikan HP nya dan
segera berdiri) “ Hmmm… Kakak…”
Anda : (Mendekati Satrio dan duduk disebelah
Satrio) “ Kenapa, Yo? Kamu ribut lagi dengan Krisan ataaaauuu…. Kali ini Krisan
yang nyuekin kamu?”
Satrio : (Menyipitkan mata) “ Kakak nguping, yah? Susah
Kak punya sahabat sibuk. Lupa dengan sahabat sendiri!”
Anda : (Menatap mata Satrio) “ Kenapa begitu? Kamu
nya yang sedikit sensitif, mungkin. Kayak perempuan deh kamu, bawel banget.”
Satrio : “Bukan gitu kak. SMS aja gak sempet dia
nya.”
Anda : “Ya kamu tanya baik-baik. Kalo dia banya
tugas, gimana?”
Satrio : (Wajah malas) “Hmmm… Nantilah aku coba
tanya. Kakak hobi banget nguping orang. Keluar gih.. Asal masuk kamar cowok!”
Adegan 3
Rulia
yang sedang bermain ke rumah Krisan banyak bertanya kepada Krisan tentang diri
Satrio. Termasuk alasan Satrio yang terlihat begitu akrab dengan Krisan.
Rulia : (Dengan antusias mendekati Krisan) “Kamu
kenal Satrio sudah berapa lama, San?”
Krisan : (Mengerutkan dahi) “Hmm… Udah cukup lama
sih.. Memang kenapa, Rul?”
Rulia : “Gak apa-apa. Wajar aja. Satrio dekat
sekali denganmu. Banyak anak perempuan yang suka padanya, tapi Cuma kamu yang
bisa mengalihkan perhatiannya.”
Krisan : “Ah… Enggak kok. Mereka nya aja yang gak
agresif ke Satrio. Yah, Satrio juga orang cuek.”
Rulia : (Mengacungkan telunjuknya ke arah Krisan)
“Kalian teman kecil?”
Krisan : “Iya.. Kamu banyak tanya deh. Aku dan
Satrio kan sahabat.”
Rulia : (Tersenyum) “Hehe.. Bukan gitu, San. Kalo
ada yang tanya ke aku tentang kalian, kan aku bisa jawab.”
Krisan : “Alasan kamu aja. Satrio orang nya baik.
Dia yang menghibur aku saat temen-temen ku yang lain ngerjain aku sewaktu TK.”
Rulia : “Oh… Sejak itu kalian berteman?”
Krisan : (Mulai kesal) “Iya Rulia… Tuh, tugas menunggu untuk diselesaikan.
Kerjain gih, Non. Nanti udah makin males loh.”
Adegan 4
Krisan
masuk ke kelas setelah bel istirahat berakhir 3 menit yang lalu. Seperti biasa,
banyak teman-temannya yang meminta untuk diajarkannya beberapa pelajaran yang
tak mereka pahami. Di dalam kelas, Satrio dan Rulia sedang asyik berbincang
ketika Krisan masuk.
Rulia : “ Krisan, kamu capek?”
Satrio : (Wajah kesal) “Miss sibuk datang! Gimana
job nya? Rame? Istirahat pun lupa dengan teman!”
Krisan : (Mengusap dahinya yang penuh keringat) “
Kamu, Yo! Ngomong jangan asal dong! Aku capek!”
Satrio : “Terus… capek lupa sama temen, gitu?”
Krisan : (Menarik kursi, lalu duduk) “Rul, nanti
kita pulang bareng yah? Aku mau bareng kamu aja. Tadi, pergi sekolah, aku pergi
sendiri.”
Satrio : “Mengalihkan permbicaraan deh!”
Krisan : “Lah, maaf, Yo.”
Satrio
yang setengah marah meninggalkan meja Rulia dan Krisan menuju mejanya dengan
wajah cemberut. Melihat hal itu, Krisan merasa bersalah. Rulia yang
menyaksikannya juga merasa bingung.
Adegan 5
Di
kamar, Krisan masih teringat kejadian tadi, di sekolah. Krisan masih merasa
bersalah terhadap Satrio. Dia sadar, belakangan, dia jarang menghubungi Satrio.
Sementara di sisi lain, Satrio juga sedang memikirkan Krisan yang telah banyak
berubah. Hingga akhirnya, Satrio dikejutkan oleh nada dering Handphone-nya
sendiri.
Kring… Kring… Kring…
Satrio : (Tersenyum sambil menatap layar HP) “Halo,
San. Tumben kamu nelpon aku. Aku pikir nomor ponselku udah kamu hapus.”
Krisan : (Terkejut) “Ya ampun, Yo. Mana mungkin aku lakuin hal kayak gitu!”
Satrio : “Kamu yang belakangan gak pernah
menghubungi aku lagi!”
Krisan : “Masalah itu, aku minta maaf. Aku tau, aku
salah. Apalagi kejadian tadi siang di sekolah.”
Satrio : “Kamu yakin sadar sepenuhnya? Orang minta
maaf itu harus dengan tulus dan berniat tak akan mengulanginya lagi.”
Krisan : “Iya, Yo. Kamu masih percaya, kan?”
Satrio : “Mana mungkin aku gak percaya sama kamu,
San.”
Krisan : “Syukurlah. Oh ya, jangan lupa PR
matematika nya, yah.”
Satrio : “Emang aku kakek kamu apa! Sampai tugas aja
dilupain.”
Krisan : “Hehe… Kan cuma mengingatkan aja. Sudah
dulu yah. Bye..”
Telepon pun terputus. Dan lagi-lagi, Anda mendengarkan
pembicaraan Satrio dan Krisan.
Anda : (Tiba-tiba muncul dari balik pintu) “Kakak
rasa kamu suka sama Krisan deh?”
Satrio : (Terkejut) “Kakak…! Kakak CCTV banget. Suka
mata-matain orang.”
Anda : (Mendekati Satrio) “Kakak gak sengaja
lewat, terus dengar pembicaraan kalian. Bener deh, kamu suka Krisan, kan?”
Satrio : (Dengan kesal) “Ihhh.. Kakak ada-ada aja.
Dia sahabatku, kak. Teman sejak kecil!”
Anda : (Menggoda Satrio) “Sahabat jadi cinta, Yo!”
Satrio : “Ngawur kakak. Sudah sana! Jangan nguping
lagi, loh!”
Anda : (Berjalan keluar, lalu berhenti sejenak
sebelum sampai denpan pintu dan menoleh ke belakang) “Cobalah untuk
mendengarkan kata hatimu, Yo!”
Anda pun pergi keluar. Meninggalkan Satrio yang bingung
dengan pra-dugaan kakak nya itu.
Adegan 6
Aji
dan Satrio sedang duduk santai di taman perumahan mereka. Dan saaat itupun
terjadi. Hal yang selalu Satrio benci.
Aji : (Menarik napas panjang) “Kamu dan Krisan
Cuma teman, kan?”
Satrio : (Yang sedang duduk sambil minum air mineral
dari botol pun terkejut dan bingung) “Iya.. Sahabat. Kenapa, Ji?”
Aji : (Menghembuskan napas lega) “Bagus deh.
Berarti kamu mau dukung aku, kan?”
Satrio : (Bingung) “Dukung kamu, ngapain?”
Aji : (Tersenyum aneh) “Kamu, Yo. Polos banget.
Sejujurnya aku sudah lama menyukai Krisan. Hanya saja, tak pernah ada waktu
yang tepat untuk mengungkapkannya.”
Satrio : (Semakin terkejut dengan wajah yang
melotot) “Apa?!! Kamu suka Krisan?”
Aji : (Bingung dengan reaksi Satrio) “Kenapa, Yo?
Aku serius! Kamu mau dong bantuin aku buat deket dengan Krisan?”
Satrio : (Terbata-bata) “Hah? I… Iya… Aku usahakan.”
Satrio
masih tertegun dengan pengakuan temannya, Aji. Seketika sesak di dada Satrio
terasa dan mengaburkan setiap persahabatannya. Satrio tau, dia harus berbuat
sesuatu sebelum dia terlambat.
Adegan 7
Krisan
dan Aji sedang asyik berbincang dan duduk di perpustakaan sekolah mereka.
Tiba-tiba, Satrio lewat dan tak sengaja melihat mereka berdua. Seketika ada
rasa cemburu dalam benaknya terhadap Krisan.
Satrio : (Menyapa dari jauh sambil mendekati Krisan)
“Krisan!“
Krisan : (Menoleh
ke arah Satrio) “Satrio! Kenapa?”
Satrio : “ Hai, Ji. Kamu gak masuk?”
Aji : “Belum bel kok. Nanti aja. Mau ikut
gabung?”
Tiba-tiba bel selesai istirahat berbunyi.
Satrio : (Mendengar bel dengan antusias dan
tersenyum) “Nah, ini dia. Udah bel. Masuk yuk, San?”
Krisan : (Bingung) “Kamu kenapa, Yo? Tiba-tiba
semangat banget buat masuk kelas?”
Satrio : “Udah! Iku aku aja.”
Aji : “Yah, kalau gitu aku masuk duluan yah.”
Adegan 8
Satrio
kini sadar rasanya mulai berganti. Persahabatan itu menjadi jembatan bagi rasa
baru untuk tumbuh. Apa yang dikatakan Anda benar! Persahabatan itu seketika
terlampaui oleh rasa kasih sayang tulus. Hingga akhirnya, Satrio berhaasil
menyusun mozaik keberaniannya mengungkapkan rasa cintanya pada Krisan. Tepat
hari itu, disebuah taman terbuka hijau.
Krisan : (Sambil mendekati bangku taman yang ada dan
duduk) “Sudah lama yah kita enggak jalan santai pagi hari seperti ini?”
Satrio : (Berjalan mendekati Krisan) “Andai bisa
seperti ini setiap hari minggu, mungkin aku tak akan berpikir jauh bahwa kamu
sudah tak menganggapku sahabatmu lagi.”
Krisan : “Mana mungkin aku berubah! Dan kini gadis
kecil yang menangis itu sudah dewasa dan kamu, sudah bukan anak kecil seperti
dulu lagi.”
Satrio : “Tapi aku akan terus berada dekat denganm,
Krisan.”
Krisan : (Tersenyum sinis) “Kamu pikir hidupmu hanya
untuk itu saja?”
Satrio : (Tersenyum menerawang) “Tentu! Persahabatan
dalam lingkup cinta. Krisan, kini aku sadar, ada rasa lebih yang terpupuk tanpa
sengaja di kedalaman hati.”
Krisan : (Bingung) “Maksud kamu, Yo?”
Satrio : (Tetap tersenyum memandang langit) “Waktu
mengubah segalanya. Termasuk perasaanku padamu. Terlalu sulit mengakuinya,
bahkan untuk menyadarinya terlalu mustahil. Tapi rasa itu benar ada. Bukan
persahabatan! Tapi cinta.”
Krisan : (Menyangkal) “Kamu salah! Bukan cinta,
hanya persahabatan yang lama dan rasa pahlawan seperti namamu yang mensugesti
pikiranmu.”
Satrio : (Menggeleng-gelengkan kepala) “Tidak! Ini
nyata! Ini cinta.”
Krisan : (Menarik napas) “Aku tak paham!”
Satrio : (Menoleh ke arah Krisan sesaat lalu kembali
menatap arah depan) “Kamu mengerti! Aku bersedia menunggu hingga kau sadar rasa
itu pun ada di hatimu, Krisan.”
Krisan : (Merasa bersalah tapi dengan kebingungan
yang sangat) “Aku tak tau. Aku tak yakin jika itu ada.”
Satrio : “Biarkan waktu yang menjelaskannya padamu.”
Krisan : “ Sudahlah. Aku capek.. Bagaimana jika kita
pulang?”
Satrio : “Boleh. Apapun itu, silahkan.”
Hari itu, pagi itu mengubah segalanya. Tentang rasa
Satrio. Dan juga kesangsian Krisan tentang cinta Satrio.
Adegan 9
Pagi
hari, dikelas XI. IPA1, Krisan dan Rulia sedang asyik bercerita. Dan berakhir
di terbongkarnya rahasia hati Rulia Prawati.
Rulia : (Menengadahkan dagunya di tangannya) “Aku
iri denganmu, San.”
Krisan : (Bingung dan menoleh ke Rulia) “ Mengapa?”
Rulia : (Tersenyum dan membalas tatapan Krisan)
“Iya. Aku iri, kamu bisa sedekat itu dengan Satrio.”
Krisan : “Dia kan sahabatku sejak kecil. Lagian,
kamu kan kamu temannya juga.”
Rulia : (Memalingkan pandangannya ke arah lain)
“Iya, tapi cuma dengan kamu dia perhatian!”
Krisan : (Bingung) “Masa’ sih? Dengan kamu dan Aju,
temannya, juga dia baik dan perhatian.”
Rulia : “Ada yang lain dari cara Satrio memandang
kamu, San.”
Krisan : “Ah… Enggak kok. Sama saja.”
Rulia : (Tetap dengan posisi menengadahkan dagu di
tanggannya sambil tersenyum lebar) “Aku suka Satrio!”
Krisan : (Kaget) “Apa?”
Rulia : (Seketika langsung menoleh ke Krisan) “Kamu
gak setuju yah?”
Krisan : (Segera tersadar dan menyangkalnya) “Bukan…
Bukan begitu. Aduh.. Maaf yah..”
Rulia : “Gak apa-apa. Kamu mau terus support aku
kan. Aku terlalu bingung. Bahkan aku berniat mengatakannya langsung ke Satrio.”
Mendengar
hal itu, Krisan merasa bersalah. Apa yang harus dia perbuat? Bagaimana jiak
Rulia tau tentang dia dan Satrio.
Adegan 10
Hari
ini Rulia siap. Dia siap memulainya tanpa mau menunggu. Dia yakin Satrio
merasakan hal yang sama padanya. Bermodal nekat, dia telah berjanji bertemu
Satrio di taman terbuka hijau. Tak lama Rulia menunggu, Satrio datang.
Satrio : (Bergegas berjalan ke arah Rulia yang
sedang duduk) “Maaf aku telat.”
Rulai : (Menyadari kedatangan Satrio, dia pun
bergeser sedikit agar Satrio bisa duduk) “Gak apa-apa. Aku juga baru datang.”
Satrio : “Syukurlah. Oh iya, tumben kamu mengajak
aku bertemu disini. Mengapa gak di rumah Krisan atau kamu aja?”
Rulia : “Oh… Enggak. Aku hanya ingin suasana yang
berbeda. Hmm.. Apa aku mengganggu waktu kamu?”
Satrio : “Oh… Tidak juga. Kamu bilang mau cerita,
mau cerita apa?”
Rulia : (Mulai dengan bayang-bayang dalam
khayalnya) “Hmm.. kamu pernah rasakan sesuatu yang berbeda di hati kamu?”
Satrio : (Bingung) “ Maksud kamu? Aku enggak
ngerti.”
Rulia : “Aku yakin kamu paham. Ini soal cintaa…”
Satrio : (Menerka-nerka) “ Kamu jatuh cinta? Tak
seperti biasanya, kamu bercerita tentang cinta padaku.”
Rulia : “Aku lebih merasa nyaman padamu.”
Satrio : (Kembali menatap Rulia bingung) “Apa?”
Rulia : “Tidak salah, bukan? Jika aku menyukaimu.”
Satrio : (Terkejut dan bingung) “Apa..?”
Rulia : (Merasa kesal) “Berhenti berkata ‘apa’. Aku
bersungguh-sungguh. Aku menyukaimu, Satrio.”
Satrio : “Maafkan aku, Rulia.”
Rulia : (Menampakkan wajah sedih) “Apa maksudmu?
Kau pun mencintaiku, bukan?”
Satrio : “Aku temanmu, hanya itu.”
Rulia : (Berdiri dari tempat duduknya, dengan wajah
sedih dan marah) “Tak mungkin!”
Satrio : (Berdiri lalu menatap Rulia) “Sekali lagi,
aku minta maaf, Rulia!”
Lalu,
Rulia meninggalkan Satrio dengan hati hancur. Teganya Satrio menghancurkan
cintanya. Hanya rasa kesal yang ada di batin Rulia. Berulang kali dia
menghardik keputusannya tadi.
Adegan 11
Setelah
mendengar kondisi Rulia yang hancur setelah ditolak Satrio, Krisan memutuskan
untuk menjaga jarak dengan Satrio. Dia mengatakan hal itu pada Satrio saat
berakhirnya jam sekolah hari itu di belakang sekolah. Namun, hal itu tak
sengaja didengar Rulia.
Satrio : (Berdiri di depan Krisan dan menatapnya)
“Bukankah kamu bisa mengajakku bertemu di kelas saja?”
Krisan : (Dengan wajah khawatir) “ Kamu gila! Dengan
keadaan Rulia yang begitu kacau, kamu berani menampakkan kehadiranmu denganku?”
Satrio : “Aku tak tau harus berkata apa! Aku
menyukaimu, bukan dia!”
Krisan : (Membuang muka sambil menekuk lengannya di
pinggang) “Sudahlah…! Untuk saat ini, lebih baik kita menjaga jarak. Aku tak
mau menyakiti Rulia.”
Satrio : (Memegang pundak Krisan) “Baiklah, aku akan
ikutin keinginanmu.”
Krisan : “Maafkan aku, Satrio. Kau sahabat
terbaikku.”
Satrio : (Tersenyum, menganggukan kepala) “Aku tau
itu.”
Tanpa
sadar, Rulia mendengar pembicaraan mereka. Lalu Rulia segera berdiri di depan
mereka dengan wajah sedih.
Rulia : (Menahan air mata) “Seharusnya aku lebih
peka dengan kondisi ini!”
Krisan : (Terkejut dan segera menghampiri Rulia) “
Rulia, aku bisa jelaskan ini padamu.”
Rulia : (Menahan tangisan) “Tak apa, Krisan.”
Rulia meninggalkan Krisan dan Satrio dengan wajah
tangisan.
Adegan 12
Akhirnya
Aji mengetahui jika Satrio telah menyatakan cintanya pada Krisan. Aji marah
dengan Satrio dan menganggap Satrio mengkhianatinya.
Aji : (Menghampiri Satrio dengan wajah marah) “ Hei, Yo! Kamu ternyata berdusta
di belakang! Kau tau, kau hancurkan pertemanan kita selama ini!”
Satrio : (Mengerutkan dahi, sambil menarik tas yang
didukungnya) “Maksudmu apa? Tiba-tiba kamu marah tanpa sebab seperti ini!”
Aji : (Marah) “Tanpa sebab? Kamu beejanji untuk
membantuku mendekati Krisan. Nyatanya, kamu justru mencuri start ku!”
Satrio : (Menarik napas sabar) “Maafkan aku, Ji.
Berat rasanya jika kamu menjadi aku. Aku pun sulit menjelaskan padamu. Aku pun
menyukainya. Tapi, bukan aku bermaksud mengkhianati.”
Aji : (Membuang muka) “Sudahlah…! Aku tak pernah
menyangka orang sepertimu ternyata busuk di dalam!”
Satrio : (Menghembuskan napas) “Terserah katamu! Aku
hanya takut kehilangan persahabatan ku, juga cintaku.”
Aji meninggalkan Satrio. Dia bersumpah, tak akan mau
melihat wajah Satrio kembali!
Adegan 13
Krisan akhirnya menemui Rulia secara langsung di rumah
Rulia untuk meminta maaf.
Krisan : (Sambil menarik-narik bajunya ke bawah dan
menyesal) “Aku minta maaf. Aku tak berniat melikaumu seperti kini. Aku harap
kita bisa berteman kembali.”
Rulia : (Tersenyum getir) “Sudahlah! Tak usah kamu
pedulikan aku. Aku hanya butuh waktu. Aku baik-baik saja. Pesanku, jangan kamu
sakiti Satrio!”
Krisan : (Memegang pundak Rulia) “Tapi aku hanya
menganggap Satrio sahabatku saja.”
Rulia : “Ini bukan salahmu. Salahku yang terlalu
berharap.”
Krisan : “Bagaimana pun juga, aku bersalah padamu.”
Rulia : “Aku butuh waktu, San! Aku ingin
me-recovery semua. Aku harap bantuanmu.”
Krisan : (Berdiri tegak dan menatap Rulia
dalam-dalam) “Maafkan aku yang mengganggu waktumu, Rulia.”
Rulia : (Merundukkan kepala) “Tak apa, Krisan.”
Hingga akhirnya Krisan dan Rulia bertemu kembali tanpa
terpaksa.
Adegan 14
Menjelang
akhir masa SMA mereka, Aji baru mulai berani menemui Krisan, setelah semua
berantakan.
Aji : (Sambil duduk dan mengepalkan tangannya di
depan dada) “Mengapa semua ini terjadi?”
Krisan : (Duduk bertolak belakang dari Aji) “Aku tak
tau. Bagaimana hubunganmu dengan Satrio saat ini?”
Aji : “Aku tak pernah berhubungan lagi dengannya.
Kau sendiri? Bagaimana hubunganmu dengan Rulia dan Satrio?”
Krisan : (Menggelengkan kepala) “Aku dan Rulia baik-baik
saja. Hanya saja dengan Satrio, aku masih sulit menemuinya. Aku hanya terbatas
dengan informasi dari Kak Anda, kakak sulung Satrio.”
Aji : (Membalikkan badan, menatap Krisan) “Aku
tak bisa banyak bercerita padamu selama ini.”
Krisan : “Maksudmu? Kamu bisa saja sewaktu-waktu
menghubungiku, kan?”
Aji : “Bukan itu. Maksudku, bertemu mu langsung
seperti ini.”
Krisan : “Bukankah kita bisa membuat planning
bertemu?”
Aji : “Hmm.. Aku selalu bahagia bersamamu.”
Krisan : (Membalikkan badan menatap Aji sebentar,
lalu kembali berbalik) “Maksud kamu?
Ah.. kamu bercanda!”
Aji : “Aku bersungguh-sungguh. Satrio gak
cerita?”
Krisan : (Membalikkan badan dan mulai serius)
“Tentang apa?”
Aji : “Sudah lama aku memendamnya. Tapi kini aku
berani. Aku juga sudah sering bercerita kepada Satrio.”
Krisan : (Bingung) “Satrio tau? “
Aji : “Tentu.. Jadi kamu gimana?”
Krisan : (Tersenyum) “Kamu teman baikku, Ji.
Beberapa kali kamu sering membantuku menyelesaikan tugas.”
Aji : “Jadi…?”
Krisan : “Ya, kamu teman aku…”
Aji : (Mengerutkan dahi) “Kamu yakin? Ini mungkin
pertemuan kita terakhir kali di SMA.”
Krisan : “Aku tau. Maafkan aku, Aji. Aku merasa
nyaman denganmu, tapi sebatas teman.”
Aji : (Bersandar di kursi) “ Aku mengerti. Tak
ada cinta yang bisa dipaksakan.”
Akhirnya
Aji berhasil mengungkapkan rasanya kepada Krisan. Walau di akhir pertemuan SMA
mereka.
Adegan 15
Setamat
SMA pun mereka berpisah. Dan yang terjauh, Satrio. Dia memutuskan mengambil
fakultas Astronomi di Bandung. Hingga suatu hari, Anda bertemu dengan Krisan. Ketika
sedang berjalan, Krisan melihat Anda.
Krisan : (Mendekati Anda) “Kak Anda, apa kabar?
Sudah lama banget gak bertemu, kak.”
Anda : (Mengelus pundak Krisan) “Kamu sih, sudah
gak pernah main ke rumah.”
Krisan : “Haduh… Maaf kak. Ini tahun pertama di fakultas,
masih rawan banyak tugas.”
Anda : “Wah.. Lagi sibuk-sibuknya yah?”
Krisan : “Iya kak. Oh…, kak, kabar Satrio gimana?”
Anda : (Tersenyum getir) “Satrio enggak
menghubungi kamu?”
Krisan : (Menggelengkan kepala) “Masih kak. Tapi
hanya via pesan singkat di ponsel.”
Anda : “Setelah banyak terjadi hal sepeti itu,
Satrio jadi pendiam.”
Krisan : “Persahabatan yang harus berantakan hanya
karena Cinta Monyet yang keliru.”
Anda : “Kamu benar. Tapi Satrio begitu
menyukaimu.”
Krisan : (Wajah bersalah) “Aku merasa bersalah,
kak.”
Anda : (Menatap Krisan teduh) “Tidak… Tak ada yang
salah. Semua ini perjalanan.”
Krisan : “Kakak benar. Aku beruntung bisa bertemu
dengan kakak hari ini.”
Anda : (Tersenyum lebar) “Tentu.. Kakak pun senang
bertemu kamu kembali.”
Adegan 16
Setelah
lama berpisah, Aji dan Rulia akhirnya bertemu. Rulia yang masih tetap
bersahabat dengan Krisan dan mereka berada di fakultas yang sama. Sedangkan Aji
memutuskan untuk ikut bersama ayahnya melanjutkan bisnis keluarga mereka. Aji
dan Rulia telah berjanji untuk bertemu melalui pesan singkat.
Aji : (Tersenyum sambil menerawang ke masa lalu)
“Tak pernah aku bayangkan, semua seperti ini.”
Rulia : “Terutama ketika kamu bercerita tentang
Satrio dan kamu.”
Aji : “Ah… Sudahlah. Aku hanya menganggap itu hal
biasa yang dilakukan anak remaja.”
Rulia : “Semua berubah karena cinta yang salah.”
Aji : “Dan juga berawal dari sana.”
Rulia : (Terkejut) “Hah? Kehancuran persahabatan?”
Aji : (Tersenyum menatap Rulia) “Sejak kita
beberapa kali bertemu membicarakan rasa sakit hati, sejak itu lah ada yang
lain.”
Rulia : (Merasa bingung) “Maksud kamu, Aji?”
Aji : “Aku menyukaimu dengan segala
kekuranganmu.”
Rulia : “Secepat itu kah?”
Aji : “Kita sudah cukup kenal satu sama lain,
bukan?”
Rulia : (Tersenyum malu-malu) “Aku pun begitu.”
Aji : (Tersenyum lega) “Terima kasih Rulia.”
Rulia pun tersenyum. Tak disangka, Aji dan Rulia
bersatu karena rasa sakit mereka.
Adegan 17
Sekian
lama Satrio tak menelpun Krisan. Malam ini, Satrio memberanikan dirinya,
mengungkapkan kembali cinta yang dulu, tanpa terburu-buru. Telepon itupun
disambut Krisan.
Kring… Kring… Kring…
Krisan : (Tersenyum menatap layar HP) “Halo… Hai…”
Satrio : “Hai, lama tak bertemu. Apa kabar?”
Krisan : (Tersenyum) “ Kabar baik. Kamu gimana, Yo?”
Satrio : (Tersenyum juga) “Baik juga. Hmm… Gima
kuliah kamu?”
Krisan : “Masih berjalan lancer. Aku tau kamu
sekarang di Astronomi!”
Satrio : (Terkejut) “Iya, sesuatu yang menarik,
bukan?”
Krisan : (Seseolah berpikir) “Mengapa kamu memilih
fakultas Astronomi?”
Satrio : “Agar aku tetap bias menikmati cahaya
bintang itu.”
Krisan : (Tersenyum getir) “Kamu terlalu puitis deh,
Yo.”
Satrio : “Seperti yang dulu, kan?”
Krisan : “Baiklah. Kamu menang, Yo.”
Satrio : “Aku merindukanmu, Krisan.”
Krisan : “Aku juga, Yo.”
Satrio : (Tersenyum lebar) “Benarkah? Bisakah kita
bertemu?”
Krisan : “Sungguh... Tentu saja bisa..”
Satrio : (Mencari kursi lalu duduk) “Waktu yang
selalu ku nantikan. Bagaimana jika sabtu ini, di tempat kita biasa makan bakso
sewaktu SMA?”
Krisan :
(Sambil mengingat sejenak) “ Tentu aku mau.”
Satrio : “Terima kasih. Tunggu aku disana.”
Krisan : “Baiklah…”
Telepon
terputus. Kali ini Krisan memutuskan untuk mengenal rasa cinta Satrio. Dia
mulai bersaha membuka hatinya.
Adegan 18
Hari
ini, hari besar bagi Krisan. Hari ini dia akan bertemu kembali dengan Satrio.
Dia membatalkan acara cari buku bersama Rulia.
Krisan : (Menepuk punggung Rulia dari belakang)
“Rulia, maaf banget, acara cari buku ditunda. Kau tau sendiri, hari ini hari
istimewa.”
Rulia : (Terkejut) “Hmm.. Taka pa. lagipula, aku
bisa menemui Aji di kantornya hari ini.”
Krisan : “Kalau begitu, salam untuk Aji.. Aku
berangkat yah.”
Rulia : “Salam buat Satrio juga. Hati-hati…”
Sesampainya
di tempat mereka telah sepakati, Krisan menunggu tanpa henti menatao kayar
ponselnya, menunggu balasan pesan dari Satrio. Krisan mengirimkan pesan kepada
Satrio.
Krisan : “Aku udah sampai di tempat nih. Aku tunggu
kamu loh.”
Lalu tak lama kemudian balasan pun datang.
Satrio : “Sekitar 15 menit lagi. Maaf yah, disini
macet. Tunggu aku. Aku pasti dating, Krisan.”
Persis
pedan dari Satrio masuk pukul 15.28 dan kini waktu menunjukkan16.35. Lebih dari
satu jam Krisan menunggu. Payahnya, Satri tak mengangkat setiap panggilan dari
Krisan. Krisan mulai merasa kesal dan menggerutu luar biasa di benaknya. Hingga
akhirnya panggilan masuk dari Anda.
Krisan : (Tersenyum bingung) “Ada apa ini?”
Kring… Kring… Kring…
Krisan : “Halo kak..”
Anda : (Terbata-bata) “ Krisan, kamu di resto?”
Krisan : “Iya kak, udah satu jam aku nunggu Satrio.
Aku telepon tapi gak ada yang di angkat.”
Anda : (Terisak tangis) “ Satrio… Sat… Satrio…”
Krisan : (Dengan nada cemas) “Satrio kenapa, kak?”
Anda : (Menangis) “ Satrio kecelakaan di pertigaan
jalan simpang.”
Krisan : (Terkejut, berusaha menahan tangis) “Apa?”
Anda : (Mencoba menjelaskan) “Mobil Satrio
menghantam salah satu sisi jalan dan berputar bebas hingga terbalik. Setidaknya
itu yang kakak ketahui dari pihak kepolisian.”
Krisan
terkejut, kaget. Dia pingsan. Beberapa pelayan resto dan tamu resto membantu menyadarkannya.
Adegan 19
Setelah
tiga bulan kematian Satrio, hidup Krisan seketika bingung. Seolah tak ada yang
dapat tercapai lagi. Hingga ketika Rulia dan Aji mengajak Krisan ke sebuah
perpustakaan keliling mereka.
Rulia : (Duduk disebelah Krisan yang melamun) “Mau
sampai kapan kamu begini, San?”
Aji : (Datang mendekati Rulia dan Krisan) “Aku
tau, ini sulit. Tapi mengapa kamu tak mencoba bangkit? Kamu tau, Satrio sedih
melihatmu seperti ini.”
Krisan : (Menatap dengan pandangan kosong) “Tak aka
nada lagi pahlawnku. Dia yang selama ini ada menjaga ku, melindungiku. Satrio.”
Rulia : (Mengelus pelan pundak Krisan) “Aku tau itu
berat. Walau aku tak tau seberat apa itu. Tapi lihat. Matahari terus
menyinarimu.”
Aji : “Satrio punya mimpi. Mengapa tak kamu coba melanjutkan
mimpi Satrio?”
Rulia : “Jangan terus berpayung dengan jubah
keheningan.”
Aji : “Ayolah, teman. Bangun! Satrio ada dan akan
terus bernyawa di hatimu.”
Krisan : (Matanya berbinar-binar) “Mimpi Satrio.
Impiannya…”
Aji : “Benar! Terus ingat itu. Lanjutkan
mimpinya!”
Krisan : (Menyeka air mata) “ Satrio ada. Aku terus
menunggumu, seperti yang kau katakan dulu.”
Rulia : “Aku tau, kau bisa bangkit, Krisan!”
Aji : “Tak ada yang lebih indah dari persahabatan
sejati. Bukan karena cinta tapi dilandasi persahabatan bersama.”
Krisan
bangkit melanjutkan mimpi dan cita-cita Satrio. Tak ada yang lebih indah dari
persahabatan sejati. Bukan karena cinta tapi dilandasi persahabatan bersama.
0 komentar:
Posting Komentar